Negara demokrasi adalah negara yang mengikut sertakan partisipasi rakyat dalam pemerintahan serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Salah satu hak dasar rakyat yang harus dijamin adalah kemerdekaanmenyampaikan pikiran, baik secara lisan maupun tulisan.Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakansalah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik Indonesia.Pada masa pergerakan sampai masa kemerdekaan, pers di Indonesia terbagi menjadi 3golongan, yaitu pers Kolonial, pers Cina, dan pers Nasional.
1. Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masa kolonial/penjajahan. Jurnalistik pers mulai dikenal pada abar 18,tepatnya pada 1744, ketika sebuah surat kabar berama Bataviasche Nouvellesditerbitkan dengan penguaaan orang-orang Belanda. Pada tahun 1776 , juga diJakarta, tebit surat kabar Vendu Views yang mengutamakan diri pada berita pelelangan. Menginjak abad ke 19, terbit berbagai surat kabar lainnya yangkesemuanya masih dikelola oleh orang-orang Belanda. Pers kolonial meliputisurat kabar, majalah, dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda.
2. Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di Indonesia. PersCina meliputi koran-koran, majalah dalam bahasa Cina , Indonesia atau Belandayang diterbitkan oleh golongan penduduk keturunan Cina.
3. Pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutamaorang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia . Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan.Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan MedanPriyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional.
Sedangkan surat kabar pertama sebagai untuk kaum pribumi dimulai pada 1854 ketikamajalah Bianglala diterbtikan, disusul oleh Bromartani pada 1885, kedua di Weltevreden,dan pada tahun 1856 terbit Soerat Kabar bahasa Melajoe di Surabaya.
Sejarah jurnalistik pers pada abad 20, ditandai dengan munculnya surat kabar pertamamilik bangsa Indonesia , namanya Medan Prijaji, terbit di Bandung . Surat kabar iniditerbitkan dengan modal dari bangsa Indonesia untuk Indonesia . Medan Prijaji yangdimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisuryo alias Raden Mas Djikomono ini pada mulanya,1907, terbentuk mingguan. Baru tiga minggu kemudian, 1910 berubah menjadi harian.Tirto Hadisurjo inilah yang dianggap sebagai pelopor yang meletakan dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia, baik dalam cara pemberitaan maupun dalam cara pembuatan karangan dan ikatan.
Setelah proklamasi kemerdekaan, 1945, pers Indonesia menikmati masa bulan madu.Di Jakarat dan di berbagai kota , bermunculan surat kabar baru, pada masa ini, persnasional bias disebut meujukan jatidirinya sebagai pers perjuangan. Orientasi metekahanya bagaiaman mengamankan dan mengisi kekosongan kemerdekaan. Lain tidak. Bagi pers saat itu, tidak ada tugas yang mulia kecuali mengibarkan merah peutih setinggi-tingginya.
a.Tahun 1945 – 1950-an
Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadisalah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia . Beberapa harisetelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk pers. Hal yang diperebutkanterutama adalah peralatan percetakan.Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandaioleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta),Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia.
b.Tahun 1950 – 1960-an
Pers pada masa ini lebih banyak memerankan diri sebagai corong atau terompet partai- partai politik besar. Era inilah yang disebut era pers partisan. Dalam era ini pers Indonesia terjebak dalam pole sekterian. Secara filosofis pers tidak lagi mengabdikepada kebenaran untuk rakyat, melainkan kepada kemenangan untuk pejabat partai.Sejak Dekrit Presiden 1 Juli 1959, pers nasional memasuki masa gelap gulita, setiap perusahaan penerbitan pers diwajibkan memiliki surat izin terbit (SIT). Lebih parahlagi, setiap surat kabar diwajibkan menginduk (berafiliasi) pada organisasi politik atauorganisasi massa.Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal.Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangkamemperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagaicorong partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.
c.Tahun 1970-an
Orde baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalamidepolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Barumengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjaditiga partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Peraturan tersebut menghentikan hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak lagimendapat dana dari partai politik.
d.Tahun 1980-an
Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan MenteriPenerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).Dengan adanya SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut olehDepartemen Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, perssangat mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers sepertiini dapat ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.
e.Tahun 1990-an
Pada tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai melakukan repolitisasi lagi. Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers diIndonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat artikel-artikel yang kritisterhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalahmingguan yang ditutup, yaitu Tempo, DeTIK, dan Editor.
f.Masa Reformasi (1998/1999) – sekarang
Seperti biasa, setiap kali suatu rezim tumbang, disitulah pers menikmati masa bulanmadu. Kelahiran orde reformasi sejak pukul 12.00 siang, kamis 21 Mei 1998 setelahSuharto menyerahkan jabatan presiden kepada wakilnya B.J. Habibie, disambutdengan suka cita. Terjadilah euphoria di mana-mana. Kebebasan jurnalistik berubahsecar drastis menjadi kemerdekaan jurnalistik, Departemen Penerangan sebagaimalaikat pencabut nyawa pers, dengan serta merta dibubarkan.
Dalam era reformasi, kemerdekaan pers benar-benar dijamin dan senantiasadiperjuangkan untuk diwujudkan. Pada masa ini terbentuk UU Nomor 40 Tahun 1999tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan terbukanya keran kebebasan informasi.Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPPSebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapidengan instalasi Kabinet BJ. Habibie proses tersebut melibatkan 3 tahap saja.
Semua komponen bangsa memilki komitmen yang sama: pers harus hidup danmerdeka. Hidup menurut kaidah manajamen dan perusahaan sebagai lembagaekonomi. Merdeka menurut kaidah demokrasi, hak asasi manusia, dan tentu sajasupemasi hukum.Berdasarkan perkembangan pers tersebut, dapat diketahui bahwa pers di Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman.
Pers di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalahsbb :
1.Tahun 1945-an, pers di Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.
2.Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan sama dengan partai-partai politik yang mendanainya.
3.Tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan pencarian dana masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi
4.Awal tahun 1990-an, pers memulai proses repolitisasi.
5.Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ. Habibie,yang kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan MegawatiSoekarnoputri, hingga sekarang ini.
No comments:
Post a Comment